Purwokerto Tempo Dulu dan Sekarang "Poerwakerta atau Purwakerta"?

Poerwakerta atau Purwakerta; "Purwa" yang konon diambil dari nama sebuah negara kuna di tepian sungai Serayu "Purwacarita" bermakna "permulaan" dan "Kerta" yang diambil dari nama ibukota kadipaten "Pasir" yaitu "Pasirkertawibawa" yang dalam bahasa Jawa-Kawi bermakna "kesejahteraan" atau lengkapnya menjadi "Permulaan kesejahetraan". 

Purwakerta merupakan kota kecil dibandingkan dengan Sokaraja atau Ajibarang, bahkan ketika pada tahun 1831 saat pemerintah Hindia Belanda menerapkan sistem pemerintahan dengan membagi-bagi daerah kota Purwakerta hanya dijadikan ibukota Distrik dibawah Kabupaten Ajibarang. Walaupun kemudian pada tahun 1836 kota Ajibarang terkena musibah angin puting beliung selama 40 hari 40 malam yang akhirnya atas persetujuan Residen Banyumas pusat kota kabupaten Ajibarang di pindah ke desa Paguwan (Paguhan) yaitu desa sebelah barat ibukota distrik Purwakerta oleh bupati Raden Tumenggung Bartadimeja yang bergelar Raden Adipati Mertadireja II dan Asisten Residen Werkevisser. Seperti kota-kota lain yang di bangun oleh Belanda, biasanya dibangun di lahan baru yang tidak jauh dari kota asalnya. Desa Paguwan berada di sebelah barat sungai kranji dan kota Purwakerta, di sebelah timur sungai Banjaran di sebelah utara Pereng (tebing) sungai Kranji. Dan pendopo kabupaten dibangun di atas sendang yang sangat jernih airnya (sekarang sedang di bangun mall) yang dulu merupakan tempat mandi para santri di pondok pesantren Pekih di Paguwan. Sedangkan rumah Asisten Residen Purwakerta berada di Bantarsoka (Tebing sungai Banjaran) dan kantor landkas berada di sebelah timurnya .

 Poerwakerta atau Purwakerta; "Purwa" yang konon diambil dari nama sebuah negara kuna di tepian sungai Serayu "Purwacarita" bermakna "permulaan" dan "Kerta" yang diambil dari nama ibukota kadipaten "Pasir" yaitu "Pasirkertawibawa"  yang dalam bahasa Jawa-Kawi bermakna "kesejahteraan" atau lengkapnya menjadi "Permulaan kesejahetraan".


Purwakerta merupakan kota kecil dibandingkan dengan Sokaraja atau Ajibarang, bahkan ketika pada tahun 1831 saat pemerintah Hindia Belanda menerapkan sistem pemerintahan dengan membagi-bagi daerah kota Purwakerta hanya dijadikan ibukota Distrik dibawah Kabupaten Ajibarang. Walaupun kemudian pada tahun 1836 kota Ajibarang terkena musibah angin puting beliung selama 40 hari 40 malam yang akhirnya atas persetujuan Residen Banyumas pusat kota kabupaten Ajibarang di pindah ke desa Paguwan (Paguhan) yaitu desa sebelah barat ibukota distrik Purwakerta oleh bupati Raden Tumenggung Bartadimeja yang bergelar Raden Adipati Mertadireja II dan Asisten Residen Werkevisser. Seperti kota-kota lain yang di bangun oleh Belanda, biasanya dibangun di lahan baru yang tidak jauh dari kota asalnya.

Desa Paguwan berada di sebelah barat sungai kranji dan kota Purwakerta, di sebelah timur sungai Banjaran di sebelah utara Pereng (tebing) sungai Kranji. Dan pendopo kabupaten dibangun di atas sendang yang sangat jernih airnya (sekarang sedang di bangun mall) yang dulu merupakan tempat mandi para santri di pondok pesantren Pekih di Paguwan. Sedangkan rumah Asisten Residen Purwakerta berada di Bantarsoka (Tebing sungai Banjaran) dan kantor landkas berada di sebelah timurnya .


Di sektor transportasi juga mengalami peningkatan yang cukup drastis dimana barang-barang bisa di distribusikan lebih cepat dan lebih luas lagi. Dua buah stasiun Besar dari dua perusahaan yang berbeda pun di bangun di Purwakerta. Yaitu Stasiun Timur Serajoedal Stoomtram Maatschappij (SDS) berada di timur bendungan Kradji (Kranji) yang di bangun pada tahun 1893 dan stasiun BesarStaats Spoorwegen (SS) di barat sungai Bandjaran. Namun kedua Stasiun tersebut terhubung satu sama lain.

Sekolah sekolah juga di bangun di sebelah utara kota diantaranya adalah MULO, Hollands-Javaanse school , Hollands-Chinese school, Volksbibliotheek (Perpustakaan Nasional) dan Vervolgschool voor meisjes (Sekolah lanjutan untuk perempuan)

Gedung pertemuan Sociëteit Slamat, Tram hotel, Volksbank, Kantor Kepolisian serta barak-baraknya, kantor Lands Kas (tempat bekerja Asisten Residen), Gedung Setan, Klinik Pabrik Gula, Pasar, Masjid dan lainnya.

Sangat kompleks dan memadai sebagai syarat untuk sebuah kota besar, Hingga setelah KabupatenAjibarang di gabung dengan Kabupaten Banjoemas pada 31 Desember 1935, Ibukota Kabupaten pun di pindah dari kota Banjoemas ke Purwakerta pada tahun 1937 dengan dipindahkannya juga Pendopo Sipanji yang telah berusia 194 tahun dan pendopo yang asli milik kabupaten Purwakerta dirobohkan.

 

Expedisi Curug Telu Baturaden Jawa Tengah

Seperti yang Anda tahu bahwa Purwokerto terletak di bawah kaki Gunung Slamet, maka wajar bila banyak terdapat wisata air terjun atau curug. Saking banyaknya, masih ada yang belum terekspose atau bisa diakses dengan mudah untuk masyarakat umum. Nah salah satu yang belum lama tren dan banyak yang penasaran (termasuk saya) adalah Curug Telu – Karangsalam – Baturraden.

Curug telu artinya Air Terjun Tiga, dan memang di lokasi curug telu secara kasat mata terlihat ada 3 air terjun seperti terlihat pada slideshow dibawah ini.

Dari foto-foto diatas terlihat ada 3 curug yang ditengahnya ada jembatan pipa (sepertinya pipa air). Air terjunnya memang tidak terlalu tinggi, mungkin sekitar 10 meter dan saat kami berkunjung debit airnya tidak terlalu banyak sehingga air tidak terlalu deras dan sungainya tidak terlalu tinggi airnya. Bahkan salah satu curugnya seperti malas-malasan menurunkan airnya.

Saat kami berkunjung ke Curug Telu suasananya cukup ramai karena memang pas hari minggu ditambah lagi Curug yang di kelola oleh warga sekitar ini sedang booming. Nampak parkiran motor cukup penuh dan di lokasi curug juga ramai. Diantaranya ada yang bermain di kedung, atau sekedar bermain air, foto selfie dan ada juga yang hanya duduk-duduk menikmati suasananya yang sejuk.

Di sekitar lokasi curug telu sebenarnya ada curug lain yaitu curug pete yang selalu dilewati saat menuju ke lokasi curug telu (pas jembatan beton) dan curug lawang atau sendang bidadari. Dan diluar area curug telu juga ada Curug Moprok yang aksesnya katanya masih susah.


TARIF MASUK DAN RUTE DARI PURWOKERTO KE CURUG TELU – KARANGSALAM

Sebelumnya saya mengira kalau karangsalam yang dimaksud adalah karangsalam yang ada kampus Unwiku itu loh, ternyata bukan heheh. Sama-sama karangsalam sih -_-. Oh iya jika Anda ingin datang ke lokasi Curug Telu – Karangsalam – Baturraden, bisa melalui beberapa akses jalan. Kalo dari Lokawisata Baturraden bisa melewati jalan depan hotel Queen Garden turun ke selatan mungkin sekitar 1Km. Saya dan teman – teman juga lewat situ sih. Soalnya sebelumnya memang dari Curug Ceheng, Telaga Sunyi dan mampir istirahat sebentar di terminal atas.
Jika dari pusat kota Purwokerto, silahkan ikuti rute sesuai foto diatas. Dari Purwokerto ke arah Baturraden, sebelum Gerbang Mandala (kemutug) ada pertigaan belok kanan ikuti saja jalan ini hingga bertemu pertigaan SD Kemutug Kidul belok kanan ikuti penunjuk arah ke Kotayasa / Sumbang. Lalu Anda akan bertemu pertigaan belok kiri ke arah Karangsalam. Ikuti jalan hingga bertemu pertigaan masjid / mushola. Ikuti arah Munggansari / Lok. Baturraden dan ikuti saja jalan ini hingga bertemu Gerbang Curug Telu yang di seberangnya juga ada penunjuk arah.
Jika jalan sebelumnya sudah beraspal dan cukup bagus, memasuki lokasi wisata curug telu jalannya masih tanah berbatu dan sawah di samping kanan kiri. Jalan tanah ini tidak sampai 1km sih tapi harus hati-hati terutama untuk mobil karena tidak terlalu lebar.
Setelah sampai di parkir, Anda akan disambut petugas parkir dan diarahkan ke gerbang / loket tiket masuk yang tarifnya 3 ribu per orang. Sedangkan parkir 2 ribu per motor (mobil gak nanya :D). Di lokasi ada beberapa warung makanan dan minuman jika Anda tidak membawa bekal. Ada toilet dan ruang ganti pakaian dekat kedung pete. Semuanya di kelola oleh warga sekitar dan mohon jika berkunjung tetap menjaga kebersihan yaa…
nb: Video Curug Telu

 

Wisata Curug Cipendok Cilongok Purwokerto Banyumas

Dari galeri foto diatas terlihat genangan air di curug cipendok tidak terlalu tinggi, karena memang debit airnya sedang menipis di akhir musim panas. Foto diatas diambil saat kami berkunjung pada hari Minggu 4 Oktober 2015. Namun meskipun musim panas, suasana di curug cipendok tetap sejuk dan agak berembun. Tarif Tiket, Lokasi dan Rute menuju Curug Cipendok Lokasi wisata Curug Cipendok berjarak sekitar 20-25km dari Purwokerto, bisa di tempuh sekitar 30 menit, bisa lebih cepat atau lebih lama tergantung keramaian jalan. Paling gampang adalah melalui rute pertigaan Losari yang berada di jalur utama Purwokerto – Ajibarang yang juga merupakan jalur ke pantura Purwokerto – Jakarta. Dari alun-alun atau Jl. Jend. Sudirman lurus ke barat hingga karang lewas terus ikuti sampai melewati pasar cilongok dan masih terus hingga pertigaan loasir seperti pada foto galeri rute berikut.

Dari pertigaan Losari belok kanan / utara dan ikuti terus jalan ini hingga sampai di lokasi Gerbang Wana Wisata Curug Cipendok. Sepanjang perjalanan akan menemui Flyover Rel Kereta Api Karangsari, Tanjakan yang cukup tinggi, peternakan sapi dan beberapa hotel murah mendekati area Curug Cipendok. Oh iya jika Anda tidak membawa kendaraan pribadi juga bisa menggunakan angkutan umum, setelah turun di pertigaan Losari Anda bisa naik ojek atau minibus Koperades yang bisa di sewa / charter untuk mengantar para wisatawan. Sesampainya di Gerbang Wisata Curug Cipendok Anda akan disambut oleh petugas tiket. Untuk harga tiketnya saat ini Rp. 9.000 per orang. Dari gerbang ini masih melanjutkan perjalanan kurang lebih 1km menuju tempat parkir mobil dan motor. Dan lokasi Curug Cipendok sekitar 500 meter dari tempat parkir melewati jalan setapak.

Oh ya di sekitar lokasi Curug Cipendok juga ada warung makan yang menyediakan makanan baik nasi rames, mendoan, dan beberapa jenis makanan dan minuman lainnya. Sebaiknya tidak usah bawa bekal makanan untuk agar mereka tetap eksis jualannya dan tentunya Anda lebih santai menikmati perjalanannya. Pengunjung juga bisa menemukan pemandu wisata atau petugas jika memerlukan bantuan atau informasi.
Beberapa fasilitas yang ada di sekitar lokasi Curug Cipendok diantaranya Mushola, Tempat bermain anak, cottage, outbond, jogging track dan jungle track. Dekat curug cipendok juga ada curug lain (namanya lupa) namun lokasinya masih susah di akses namun menurut info dari petugas pemandangannya sangat bagus, Pengunjung bisa minta bantuan guide untuk sampai ke lokasi curug ini dengan biaya kalau tidak salah 30 ribu per kelompok. Lokasi lain yang juga cukup menarik adalah Telaga Pucung yang berada sebelum sampai di tempat parkir curug cipendok.
    

Pementasan Kentongan Alat Musik Tradisonal Banyumas di Baturaden

Kentongan merupakan kesenian asli dari Banyumas. Asal Kata Kentongan sendiri dari sebuah alat yang bernama kentong, dimana kentong ini adalah alat komunikasi tradisional yang terbuat dari bambu atau kayu dan digunakan untuk memberi informasi kepada masyarakat dengan isyarat atau ketukan-ketukan tertentu. Sekarang kentong masih bisa kita jumpai di daerah tertentu, biasanya ada di pos kampling atau pos ronda.

 Kentong sangat terkenal di Indonesia, namun siapa sangka bahwa kentongan ternyata sudah ditemukan sejak awal Masehi. Akan tetapi sejarah dari tiap daerah selalu berbeda. Sejarah yang paling terkenal mengenai penggunaan alat tradisional ini berasal dari legenda sang penjelajah legendaris Tiongkok yang bernama Ceng Ho (Zheng He). Dalam sebuah perjalanan, Ceng Ho menggunakan kentong sebagai media komunikasi ritual keagamaan. Di Jawa, terutama pada masa Kerajaan Majapahit, kentongan digunakan sebagai media komunikasi untuk mengumpulkan warga.
Dimasa itu kentong juga digunakan untuk berbagai kebutuhan lainya dilingkungan masyarakat, seperti untuk pengiring bedug adzan, membangunkan orang untuk sahur saat Ramadhan, pengiring bedug takbir, serta upacara atau ritual tertentu(kejawen) yang membutuhkan bunyi-bunyian atau musik.

Berkembangnya zaman membuat para pengrajin kentong Banyumasan kian kreatif. Mereka bereksperimen memadukan beberapa alat musik bambu buatan mereka dengan kentong-kentong yang mereka buat, sehingga menjadi kesenian tradisional yang dinamakan Kentongan.
Pada waktu itu, kentongan belum semodern seperti yang sekarang ini. Dulu tiap orang anggota grup kentongan memainkan 1 (satu) unit kentong maupun alat musik dari bambu dengan ketukkan yang berbeda-beda sehingga membuat kenthong terdengar ramai dan berirama.
Perlombaan kentonganpun mulai diadakan diBanyumas disekitar tahun 90’an. Tidak seperti yang sekarang ini dulu perlombaan kentongan diadakan di tingkat RT, RW, Kelurahan atau Desa-desa di Kabupaten Banyumas.
Memasuki tahun 2000’an mulai masuk alat musik bambu bertangga nada pentatonis kedalam kesenian kentongan, seperti calung dan angklung yang kian menambah warna musik kentongan Banyumasan. Tidak hanya itu, beberapa komunitas pecinta seni Banyumas juga berani menambahkan unsur musik modern seperti keprak (mini drum), Ketipung (kendhang, biasanya terbuat dari ban bekas), bedug (bass drum yang besar terbuat dari drim yang ditutupi ban), kecrik (tamborin), dan seruling.

Semenjak itu, kentogan Banyumas berkembang dengan sangat pesat. Tidak hanya alat musiknya, aranesemen musik, lagu, pakaian atau seragam dan tarianpun ikut menjadi bagian dari kesenian kenthongan ini.
Dengan itu lahirlah kesenian baru Banyumas, yang kita kenal dengan nama Kentongan Banyumasan hingga saat ini.




 

Telah Dibuka !!! Rita Supermall Terbesar di Purwokerto Jawa Tengah

Tepat di tanggal 22 Desember 2016 kemarin, pas banget ultahnya baby Anind (eh udah ga baby lagi deng hehehe) dan hari Ibu. Ceritanya mall super ngehits di Purwokerto grand opening…wah, tumpah ruah yang datang sampai bingung parkir dimana (terutama pengguna kendaraan roda dua). Karena...





 

Pesona Alam Curug Ceheng Baturaden #Purwokerto Satria

Wisata alam di sekitar Purwokerto dan sekitarnya banyak di dominasi antara air dan pegunungan. Karena memang letak Kota Purwokerto berada di bawah kaki Gunung Slamet. Makanya wajar jika banyak terdapat air terjun, pancuran atau curug. Salah satun yang cukup dekat dari pusat kota adalah Curug Ceheng


Curug Ceheng terletak di tengah hutan atau perkebunan namun tidak jauh dari jalan umum yang sudah teraspal mulus. Berada di desa Gandatapa kecamatan Sumbang, daerah ini berada di ketinggian 600 meter diatas permukaan laut (DPL). Makanya wajar jika suasananya sejuk dan nyaman untuk bersantai dan refreshing. Tak heran meski tidak sebesar kawasan wisata baturraden, tempat ini menjadi salah satu alternatif wisatawan lokal dan cukup ramai terutama pada hari libur. Bahkan ada yang tidak turun ke lokasi curug, hanya menikmati suasana sekitarnya yang juga memiliki pemandangan yang bagus. Apalagi di dekat area curug juga ada beberapa gazebo meskipun kurang terawat.

Saat kami datang berkunjung, debit air memang sedang tidak terlalu besar karena sudah lama musim panas. Makanya wajar pancuran airnya tidak terlalu besar dan kolam kedung dibawahnya dan sungainya juga tidak terlalu banyak airnya. Saat kami berkunjung cukup ramai yang datang, meskipun yang di foto diatas tidak terlihat banyak namun sebenarnya yang datang bergantian. Dua orang dari team PurwokertoGuidance turun salah satunya Agung yang sedang foto selfie nampak diatas, sedang Babas sibuk mengambil foto sekeliling curug, dan saya tetap diatas (ada rasa merinding di kaki hahahah). Trus ngapain saya di atas curug….

Sebelum turunan ke arah curug, disitu 2 ada penjual makanan dan minuman yang merupakan warga sekitar. Saya memilih menikmati pecel saja deh karena pas dalam perjalanan berangkat kesini memang sudah ada rasa lapar sedikit :D, Kalo di lokasi curug ga ada yang jualan, tapi kata 2 teman saya yang turun ada anak-anak yang jual minuman kemasan sih.


RUTE KE CURUG CEHENG DARI PURWOKERTO

Untuk menuju ke lokasi curug ceheng, menurut kami rute paling gampang adalah lewat UMP (Universitas Muhammadiyah Purwokerto) Dukuhwaluh. Dari UMP ke arah timur hingga perempatan Sumbang (ada tugu, pasar dan polsek) lalu belok kiri ke arah utara dan ikuti terus jalan ini sekitar 10KM, jika ada pertigaan atau perempatan gak usah belok sampai di lokasi gerbang Curug Ceheng. Dari UMP sampai ke curug ceheng akan memakan waktu sekitar 15-20 menit santai. Sedangkan dari pusat kota purwokerto mungkin sekitar 30 menitan. Kondisi jalannya sudah bagus dan mulus.
Sesampainya di gerbang Ceheng Anda akan di sambut petugas tiket dan parkir yang akan mengarahkan Anda. Untuk lokasi parkir sepeda motor persis dibelakang loket tiket, sedangkan parkir mobil masuk dekat lokasi curug. Dari gerbang menuju lokasi cukup dekat koq paling sekitar 300 meter saja. Untuk harga tiket, karena kami menggunakan sepeda motor, 1 motor bocengan dihitung Rp. 7.000 dan kami lupa tidak mencatat tarif untuk mobil atau yang masuk tanpa kendaraan, padahal sudah nanya -_-.
Selepas dari Curug Ceheng kami melanjutkan perjalanan menuju lokasi wisata lain melewati lokasi peternakan Sapi yang pemandangannya mirip New Zealand katanya sih (hahahah… ), trus menuju Telaga Sunyi, Baturraden dan Curug Telu Karangsalam – Baturraden. Tunggu liputannya yah..






Curug Ceheng.